Langsung ke konten utama

Dunia Tinta-Tokoh Cerita (Tips)

Ada, nggak, dari kalian yang ngerasa susah dalam nonjolin karakter si tokoh utama? Atau malah bingung munculin beberapa figuran yang malah terkesan 'mubadzir' karena nggak banyak beri pengaruh dalam cerita?

Nah, kita bahas satu-satu dulu, ya!

Gini, nih. Dalam menulis cerita, tentu kita HARUS bikin satu tokoh yang bener-bener jadi center-nya perhatian pembaca. Itu MUTLAK hukumnya. Kalau nggak ada satu pemeran utama yang lebih kuat karakternya, pasti pembaca bingung mau ngasih simpatinya ke siapa.

Contoh, pembaca udah simpati sama tokoh A. Eh, muncul tokoh B yang perannya juga nggak kalah penting. Tapi pas pembaca udah simpati sama tokoh B, ada lagi tokoh C yang punya peran yang sama pentingnya. Nah, kalau gitu, dijamin semua orang yang baca pasti bingung.

So, dengan kata lain, kita juga nggak bisa bikin cerita yang semua tokohnya punya karakter yang sama-sama kuat dan peran yang sama-sama penting.

Contohnya film "Me Before You" yang berasal dari novel karangan Jojo Moyes. Kalau dilihat sekilas, tentu kita nyangka kalau peran Louisa sama Will itu sama-sama penting. Tapi kalau ditonton dan diresapi, kita bakal tahu kalo pemeran utama dari yang utamanya itu Louisa Clark, karena dia yang punya tujuan, konflik, dan resolusi yang jadi central di cerita itu.

Jadi, yup, tokoh utama bisa diartikan sebagai tokoh yang punya tujuan dan resolusi, lalu berbenturan membentuk konflik, yang jadi permasalahan utama yang dibahas dalam cerita.

Terus, gimana cara bikin karakternya yang bener-bener bikin pembaca bisa ngerasa 'greget'?

1. Kalian bisa ciptain rintangan seberat-beratnya buat mencapai tujuan si tokoh utama ini, supaya melalui usaha-usahanya dalam mencapai tujuan, pembaca ikut hanyut sama jalannya cerita.

Contohnya kalian mau bikin tujuan si tokoh utama itu jadi dokter anak, kalian bisa bikin si tokoh itu phobia sama anak kecil. Jadi, nanti tinggal kita buat aja usaha-usahanya dia dalam ngelawan phobia-nya itu, sampai tujuannya tercapai (kalau kita mau buat happy ending).

2. Buat watak tokoh kalian kuat, nggak mencla-mencle.

Okay, kalian boleh buat perubahan watak karakter kalian, dengan catatan HARUS menceritakan penyebab kuat dari perubahan tersebut, atau proses perubahan yang NGGAK MENDADAK.

Lucu, loh, kalo hari ini tokoh kalian wataknya tegas, besok jadi childish ke orang yang sama, tanpa penyebab yang jelas.

3. Buat adegan 'nyes' yang bikin pembaca makin menaruh simpati sama tokoh kalian.

Gini, misalnya tokoh utama kalian itu seorang psikopat. Nah, kalian harus dong, nampilin kekejaman si tokoh melalui serangkaian pembunuhan yang dia lakukan? Tapi, kalian juga musti buat salah satu adegan yang bikin pembaca paham kenapa dia jadi psikopat, atau malah dapet simpati pembaca gara-gara rintangan yang dikasih si antagonis.

4. Buat konflik yang sesedikit mungkin, tapi efeknya sebesar mungkin.

Jadi maksudnya, kalian nggak perlu kasih puluhan konflik ke dalam cerita. Kalo gitu, mah, pembaca bisa geleng-geleng kepala gara-gara pusing, wkwk...

Kalian bisa cuma bikin satu konflik, tapi konflik itu besar banget, sampai efeknya buat si tokoh juga sangat amat besar.

Dan yang paling penting (kata-kata ini aku dapet dari internet); "Jika karakter utama baik-baik saja, maka pembaca tidak akan merasa baik-baik saja. Maka, untuk membuat pembaca merasa baik-baik saja, pastikan karakter utama merasa tidak baik-baik saja."

Untuk masalah antagonis, usahakan buat tokoh itu sekejam mungkin, selicik mungkin, sejahat mungkin, atau sejelek mungkin, biar pembaca 'greget'-nya nggak setengah-setengah.

Untuk figuran, seharusnya kita bisa memilah-milah peran yang perlu dibuang dan nggak. Gini, semua tokoh dalam cerita (kecuali tokoh utama) perannya cuma 2; MEMBANTU tokoh utama ngeraih tujuan atau MENGHAMBAT tokoh utama ngeraih tujuan.

So, kalau tokoh figuran yang kalian ciptakan cuma ngobrol-ngobrol gaje sama tokoh utama (nggak menyangkut konflik sama sekali), kalian WAJIB ngehilangin tokoh itu, biar pembaca nggak ngerasa 'dipermainkan' dalam percakapan nggak jelas antara si figuran sama si protagonis.

Karena sekali lagi, kebanyakan figuran bisa bikin pembaca bingung.

5. MINIMALISIR sebisa mungkin untuk menghakimi si A baik dan si B jahat, karena itu bisa bikin pembaca kurang penasaran.

Sebaiknya, nyebutin karakter tokoh itu dihilangkan kalau nggak bener-bener terdesak. Cukup gambarin pakai dialognya, dialog lawan bicara, atau tata lakunya.

Contoh:

❄Lyvonne jahat. Dia memang jahat dan tak memiliki perasaan.

❄Lyvonne membunuh orang itu tanpa ditudungi rasa kasihan sedikit pun. Tawanya malah makin keras mengudara tiap kali teriakan sang korban terdengar. Karena hal semacam itu adalah hiburan bagi Lyvonne, bukan satu hal yang patut untuk diberi rasa kasih sebagai sesama manusia--apalagi duka.

Nah, dari dua contoh di atas, mana yang lebih menarik? Menurutku, sih, yang nomor dua😄

6. Buat penggambaran fisik tokoh secara berselang, bukan langsung tancap gas.

Maksudnya, penggambaran tokoh yang langsung disebutin semua dalam sekali tayang itu bikin bosan. Percaya, deh, bahkan aku selalu skip bagian-bagian seperti itu kalau nemuin.

Dan ujung-ujungnya?

Gambaran yang mau kalian sampaikan nggak tersampaikan sama sekali. Penggambaran tokoh dalam benak pembaca jadi abstrak, terlalu jauh buat bisa dibayangin.

Solusinya?

Kalian bisa selingin penggambaran tersebut dengan dialog atau memenggalnya menjadi beberapa bagian dalam lain bab atau babak.

Contoh:

❄Lyvonne memiliki rambut berwarna merah dan kulit putih khas orang Belanda. Maniknya berwarna hijau. Tingginya sedang. Dia selalu memakai jaket dan celana jins.

❄Rambut merah Lyvonne ikut berkibar bersama angin musim dingin yang membekukan.

"Apakah kau kelahiran Belanda?" tanya orang di sampingnya.

Ya, kadang Lyvonne juga berpikiran seperti itu. Karena wajahnya sangat mirip dengan tipe-tipe wajah Belanda, di mana memiliki kulit berwarna putih khas Belanda, juga manik hijau yang khas pula.

7. Yang terakhir tapi yang terpenting, JANGAN PERNAH deskripsikan seluruh hal yang ada dalam tokoh di chapter awal cerita.

Kenapa?
Karena jujur, ini bikin pembaca eneg. Belum apa-apa udah dijejali sama hal sebanyak itu. Non-sense banget kalau menurutku.

Contoh:

Vani adalah orang yang kejam. Dia tak bisa melewati satu hari pun tanpa membunuh. Dia akan selalu membunuh, bahkan hingga akhir hidupnya kelak. Dia adalah anak pertama dari dua bersaudara. Ayahnya bernama Thompson--seorang CEO kenamaan di perusahaan bidang properti Amerika. Ibunya adalah Sarah--ibu rumah tangga biasa yang sangat ramah dan berjiwa keibuan tinggi. Adiknya bernama Nani, yang sekarang telah duduk di bangku kelas 2 SD. Namun meski memiliki keluarga yang utuh, hidupnya tak pernah jauh-jauh dari membunuh. Dia memang terlihat ceria seperti anak-anak seumurannya. Pasti tak akan ada yang menyangka bahwa Vani adalah seorang pembunuh.

Nah, bagaimana menurut kalian? Fix, aku aja yang ngetik pengin muntah😂

Ok, kupikir ini sudah cukup.
Ada tambahan?

Semoga membantu😄

Sumber: beberapa referensi dari internet

Komentar

Postingan populer dari blog ini

"Tau" atau "Tahu"?

"Tau" atau "tahu"? Jika Anda membuka KBBI dan mencari dua kata tersebut, maka KBBI akan berkata bahwa arti kata "tau" adalah merujuk pada kata "tahu" dan merupakan nama huruf ke-19 abjad Yunani . Sedangkan arti kata "tahu" adalah mengerti sesudah melihat (menyaksikan, mengalami, dsb), kenal (akan), mengindahkan, mengerti, dan masih banyak lagi . Jadi, yang manakah yang menjadi kata baku?  Lalu bagaimana saat Anda membuka EYD? Pernahkah Anda mencaritahunya di EYD pula? Jika pernah, pasti anda akan menyadari bahwa kata baku yang sebenarnya adalah "tahu". Namun bagaimana bunyi kata itu jika digunakan pada kalimat ini; "Kau tahu bahwa aku sedang makan tahu"? Lalu bagaimana dengan pengucapan Anda saat membaca kalimat tadi? Saya sangat yakin, bila Anda membacanya seperti ini; "Kau tau bahwa aku sedang makan tahu?" Benar? Ya. Sekarang ini, hampir semua rakyat Indonesia mengenal makanan berbahan dasar kedela...

Indonesia akan Hancur karena Utang?

Dalam masa menjelang pemilu sekarang, isu tentang utang negara dijadikan salah satu alat untuk menarik simpati masyarakat.   Cuitan-cuitan tentang utang negara pun makin marak dijumpai. Beberapa cuitan tersebut kebanyakan berisi tentang mengapa Indonesia harus melakukan utang, untuk apa utang dilakukan, mengapa utang malah digunakan untuk membangun infrastruktur yang hanya bisa dinikmati kalangan menengah ke atas, hingga yang paling parah seperti Indonesia akan mengalami krisis moneter dalam keadaan utang negara seperti sekarang. Nah, sebelum membahas semua itu, tentu kita harus mengetahui apa itu utang negara dulu, ‘kan? Jadi, menurut UU Nomor 1 Tahun 2004, utang negara adalah jumlah uang yang wajib dibayar pemerintah pusat dan/atau kewajiban pemerintah pusat yang dapat dinilai dengan uang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, perjanjian, atau berdasarkan sebab lainnya yang sah. Selanjutnya, mengapa, sih, Indonesia harus melakukan utang? Mengapa Indonesia ...

Personal Branding Unik dalam Marketing Niagara Fruit

Pengguna media sosial, khususnya platform TikTok, pasti sudah tidak asing dengan kedai jus Niagara Fruit. Mungkin sekilas, tidak ada yang menarik ya, dari kedai jus yang satu ini? Sama-sama jus buah. Ada banyak sekali kedai yang menjual menu serupa. Bahkan di gang kecil dekat rumah saja, bukan tidak mungkin, ‘kan, ada dua atau lebih penjual jus dan salad buah? Mungkin pembeli hanya akan memilih sesuai ketersediaan buah favorit mereka, atau preferensi rasa jus maupun salad masing-masing.             Jadi, apa yang menjadi kelebihan Niagara Fruit hingga bisa viral? Mungkin yang pertama kali terlintas di benak konsumen ketika mendengar Niagara Fruit bukanlah produknya sendiri, melainkan branding yang dilakukan oleh pemilik kedai. Pemilik Niagara Fruit yang akrab dipanggil Ucup merupakan content creator aktif di media sosial, khususnya pada platform TikTok. Dia mengucapkan slogan dan gestur unik di hampir setiap videonya berjualan jus. “Niagara...