Kalian pasti udah tahu, dong, apa itu "latar"?
Ya, latar adalah tempat, waktu, juga suasana yang menjadi setting dalam sebuah cerita. Latar sendiri punya kedudukan penting dalam suatu karya sastra, terutama biar pembaca bisa gambarin secara jelas cerita yang kita sampaikan, juga bikin cerita kita lebih 'hidup'.
Latar dibagi jadi 4 (sebenernya yang dasar cuma 3), yaitu:
1. Latar tempat
Sesuai sama namanya, latar tempat adalah tempat di mana tokoh kita lagi menjalani skenarionya dan menceritakan kisahnya.
Contoh latar tempat yaitu: taman, sekolah, rumah, jalanan, dll.
P.S. Latar tempat nggak musti dijelasin secara detail namanya apa, alamatnya di mana. Kalau terlalu detail kayak gitu, yakin, deh, nggak akan berguna juga. Karena apa? Pembaca malah jenuh dan skip, bukannya dibaca.
Tapi bukan berarti kalian nggak bisa jelasin detail latar tempat juga, loh, ya. Iya, jangan terlalu detail kalau nggak penting dan nggak memberi efek apa pun sama cerita--contohnya alamat tadi--tapi bukan berarti nggak boleh dijelasin juga--contohnya suasana tempat.
❄Contoh kurang tepat:
Lili berangkat dari Halte Harmoni menaiki Trans Jakarta untuk menuju sekolahannya di Jalan Merdeka Nomor 14.
❄Contoh lebih tepat:
Lili menunggu bus di halte biasa. Catnya yang berwarna kuning sudah mengelupas dan terdapat banyak coretan abstrak dari tinta pena. Bangku-bangkunya pun sudah tak layak pakai.
"Sungguh ironi," ucap Lili pelan.
Ya, seharusnya fasilitas umum semacam itu dijaga dan dipelihara, bukan malah dirusak.
Nah, lebih enakan yang mana? Yang kedua, 'kan?
2. Latar waktu
Latar waktu adalah saat-saat di mana tokoh kita berada, contohnya pagi hari, sore hari, di musim salju, petang, dll.
Latar ini nggak perlu dijelasin secara gamblang. Bisa pakai penggambaran-penggambaran yang sesuai.
Contoh:
❄Awan mulai murka dan menampakkan warna muramnya pada dunia, bersiap menjatuhkan muatan tangisnya.
❄Hari ini mendung. Hujan pasti akan segera tiba.
Terserah kalian pakai tipe yang mana dari dua contoh tersebut. Karena yang nomor 1 pun punya kekurangan dan kelebihan--terlalu bertele-tele tapi dari segi sastra memiliki nilai yang jauh lebih baik.
Yang nomor 2 juga begitu, punya kekurangan dan kelebihan.
Kekurangan: terlalu to the point, tidak membiarkan pembaca menerka-nerka.
Kelebihan: kadang diperlukan untuk beberapa kondisi. Misalnya aja yang sebelumnya udah pakai bahasa 'sastra banget', masa mau ditambah lagi?
Pusing, Mak😂
3. Latar suasana
Latar suasana adalah suasana yang menyelimuti cerita kita di setiap scene-nya.
Dan sekali lagi, latar ini sangat penting buat dukung hidupnya cerita kita. Contohnya seorang psikopat yang lagi nerror korbannya dalam suasana yang mencekam, atau seorang cowok yang ngelamar cewek dalam suasana penuh haru.
Coba bayangin kalau cerita kalian nggak ada latar suasananya. Datar, ngebosenin, nggak bikin pembaca paham--apalagi mau baca. Dan yang paling parah ... cocok jadi salah satu kerikil buat dibuang ke laut. Duh....😂
Oh iya, di sini, kalian juga bisa pakai cara penuturan langsung & nggak. Kalau aku, sih, lebih suka yang nggak langsung. Tahu, tuh, Mas Anang😂
Contoh latar suasana:
❄Langsung:
Keanna tengah berjalan di tempat yang berhawa horor.
❄Tidak langsung:
Keanna mengamati sekitar dengan waswas. Tak ada siapa pun yang lewat, tapi bayang misterius itu terus mengikutinya. Bau anyir bahkan tercium dengan sangat kentara, padahal jalanan tersebut tak menampakkan jejak darah.
Nah, lebih dapat yang mana, feel-nya?
4. Latar alat (ini hukumnya sunnah).
Latar alat adalah alat-alat yang digunakan tokoh kita dalam jatah scene-nya.
Contohnya:
senapan, pisau, belati, kursi, pena, dll.
Nah, kenapa ini hukumnya sunnah?
Karena nggak masuk akal, dong, kalo tokoh kita lagi ngelakuin adegan lari tapi larinya pake pisau, bukan kaki? Kaki, kan, bukan alat(?)😂
Okay-lah, segini dulu tips hari ini. Dan untuk kesekian kalinya, semoga bermanfaat😄
Sumber: beberapa resensi dari internet
Komentar
Posting Komentar